Langkah Redistribusi yang Dikritik! Pemberian Konsesi Tambang ke Ormas Keagamaan
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa keputusan pemberian konsesi tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan tidaklah bersifat politis. Hal ini disampaikannya dalam konteks menanggapi pandangan yang meragukan tujuan dari langkah tersebut.
Menurut Bahlil, langkah ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi pelaku usaha dalam negeri, termasuk usaha kecil, untuk berkembang. Salah satu yang telah mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) adalah Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan salah satu ormas terkemuka di Indonesia.
Bahlil mengakui bahwa sejak awal menjabat, dia sering mendapat kritik terkait pemberian konsesi tambang kepada perusahaan-perusahaan besar bahkan perusahaan asing. Namun, dia menegaskan bahwa langkah ini bukanlah untuk memihak kepada kelompok tertentu, melainkan sebagai bagian dari upaya redistribusi yang diperintahkan oleh Presiden.
Meskipun demikian, keputusan untuk memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan juga tidak luput dari kritik. Bahlil menyayangkan bahwa saat pemerintah memberikan peluang kepada ormas keagamaan, hal ini masih dipandang kurang baik oleh sebagian pihak.
Dalam konteks ini, Bahlil menegaskan bahwa pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan juga merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi beban ekonomi dan sekaligus mendukung program keumatan kemasyarakatan. Hal ini sejalan dengan semangat untuk memastikan bahwa setiap agama di Indonesia memiliki hak yang sama tanpa adanya diskriminasi.
Meskipun demikian, Bahlil menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak berkaitan dengan politik, terutama setelah berakhirnya kontestasi politik dalam pemilihan presiden. Dengan demikian, langkah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konteks ini, perlu pemahaman yang mendalam bahwa langkah-langkah ekonomi yang diambil oleh pemerintah harus dilihat dari sudut pandang kepentingan nasional dan keadilan sosial, bukan semata-mata dari sudut pandang politik.