Ombudsman Minta Imigrasi Tingkatkan Kemampuan Petugas dalam Cegah TPPO
Ombudsman telah memberikan saran kepada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam melakukan pemprofilan pemohon paspor guna mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Johanes Widijantoro dari Ombudsman mengungkapkan bahwa masih banyak korban TPPO yang bisa dicegah melalui proses pengawasan keimigrasian. Dia menekankan perlunya penguatan dalam proses verifikasi, wawancara, dan pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI).
Selain itu, masalah pemalsuan identitas dan dokumen calon pekerja migran atau warga Indonesia lainnya yang berpotensi TPPO juga menjadi perhatian. Meskipun sudah ada Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik, namun praktik pemalsuan masih mudah dilakukan. Para korban TPPO seringkali tidak terlibat dalam proses pengurusan dokumen untuk ke luar negeri karena semuanya diurus oleh agen yang merekrut.
Oleh karena itu, Ombudsman meminta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk memaksimalkan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian yang mencakup daftar warga negara Indonesia dan pekerja migran Indonesia nonprosedural yang pernah masuk daftar pencegahan. Selain itu, pengawasan internal terhadap pegawai kantor imigrasi perlu ditingkatkan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dalam pemeriksaan dokumen keimigrasian di TPI.
Ombudsman juga menyoroti aspek sosialisasi, edukasi, kerja sama, dan regulasi dalam upaya pencegahan TPPO. Beberapa temuan termasuk kurangnya Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanganan TPPO, anggaran yang tidak mencukupi untuk Gugus Tugas TPPO, serta kurangnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah. Kerja sama antara pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum juga perlu ditingkatkan.
Regulasi yang ada saat ini belum mampu menekan kasus TPPO, sehingga perlu adanya perubahan kebijakan yang lebih efektif. Ombudsman menyusun kajian untuk memberikan evaluasi dan saran perbaikan terhadap pelaksanaan pencegahan TPPO. Jumlah korban TPPO yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi latar belakang penting dalam kajian ini.
Dalam kajian tersebut, Ombudsman mengumpulkan informasi dan data di beberapa wilayah di Indonesia. Instansi pusat, organisasi nonpemerintah, serta korban TPPO juga terlibat dalam pengumpulan data. Modus operandi TPPO meliputi eksploitasi seksual, eksploitasi anak buah kapal, eksploitasi pekerja migran, pemagangan, pengantin pesanan, eksploitasi anak, dan eksploitasi transplantasi organ tubuh.
Dengan adanya kajian ini, diharapkan langkah-langkah pencegahan TPPO dapat ditingkatkan dan dilaksanakan secara efektif demi melindungi masyarakat dari bahaya perdagangan orang.